Assalamu'alaikum Wr. Wb.

      "Cinta adalah buah disegala musim, dan setiap orang boleh memetiknya"
      (Bunda Teresa)

      Senin kemaren saya sempatkan untuk menonton film Rindu Kami PadaMu. Film
      tersebut disutradarai oleh Garin Nugroho, seorang sineas terkenal. Saya
      tertarik menontonnya saat saya akan menonton film lain minggu sebelumnya.
      Saya berujar dalam hati "Kayanya film idealis, minggu depan aku nonton
      deh" sambil melihat poster yang terpampang di bioskop tersebut. Saya
      merasa mempunyai kewajiban moral untuk menonton film-film Indonesia yang
      idealis, agar suatu saat film-film seperti itulah yang menjadi mainstream
      industri film Indonesia, bukan film-film yang menyuguhkan hal-hal
      sensasional belaka.

      Ketertarikan saya semakin besar saat Mas Ardi suami Mba Ferly (mantan
      Ketua Umum YISC) bercerita sedikit tentang film tersebut dan menyatakan
      ketertarikan untuk menontonnya.

      Dalam pengamatan saya, film tersebut bercerita tentang realitas
      orang-orang kecil di Jakarta, khususnya pasar daerah 'bongkaran'. Ada
      banyak problem disajikan disana. Terutama pusaran orang-orang yang rindu.
      Pak Guru (Didi Petet) yang rindu masjidnya untuk diberi kubah. Bimo yang
      merindukan seorang Ibu, Dia hidup sebatangkara, hanya bersama kakaknya
      yang berjualan telor. Kakaknya Bimo yang rindu untuk mendapatkan seorang
      pasangan hidup.

      "Rindu" yang rindu terhadap kakaknya yang berpisah saat terjadi
      penggusuran. Kakak Rindu berprofesi sebagai pembuat kubah. Rindu seorang
      anak yang bisu, kedua orang tuanya sudah meninggal. Dia tinggal bersama
      Neno Warisman (Ibu angkat yang memungutnya saat terjadi kekisruhan karena
      pembongkaran.

      Jaja Miharja yang rindu kepada istri yang meninggalkannya, istrinya
      minggat karena Pak Jaja selalu berperilaku kasar terhadapnya. Asih (anak
      Jaja Miharja) yang rindu akan kehadiran ibunya yang minggat. Neno Warisman
      yang rindu mendapatkan suami yang baik setelah dua suaminya terdahulu
      meninggalkan dan menyianyiakannya.

      Berbagai perilaku mereka ekspresikan untuk memenuhi rasa rindunya. Bimo
      dengan menganggap Cantik (Nova Elisa) sebagai ibunya. Cantik seorang
      perempuan cantik yang kost disekitar pasar bongkaran tersebut. Bimo selalu
      setia membuatkan mie rebus buat 'ibunya' tersebut. Bimopun sering bermain
      dan tidur dirumah kost cantik. Kehadiran Bimo di kost Cantik menjadi
      pemicu pertengkaran antara cantik dan pacarnya.

      Sementara Rindu mengekspresikan rasa rindu terhadap kakaknya dengan tidak
      mau menggambar masjid dengan menyertakan kubah. Baginya kubah mengingatkan
      pada kakaknya, dan ini membuat dia bersedih, diapun tidak mau menonton
      berita-berita penggusuran.

      Sementara Asih mengobati rasa rindu kepada ibunya dengan selalu
      membawa-bawa sajadah milik ibunya. Saat dia sholat digelarkan sajadah
      disampingnya. Asih melarang siapapun untuk menempati sejadah tersebut,
      karena dia yakin ibunya akan datang. Saat ada yang nekat menempatinya dia
      memukul dan mendorong orang tersebut. Diapun tidak perduli dengan omelan
      Bapaknya (Jaja). Termasuk ketika pak Guru memberi tahu bahwa kalau ada
      shaf yang kosong setan akan lewat, Asih tidak perduli.

      Jaja, mengeskpresikan rasa rindunya dengan selalu menyediakan makan
      ditempat duduk istrinya.

      Suatu kali Rindu yang bisu sambil menulis bersenandung lagu Rindu Aku
      Padamu, Neno Warisman yang mendengar itu kemudian bertanya, "Sedang apa
      nak?" "Sedang menyanyi, lagu ini kesukaan kakak, dan dia mengajarkannya
      kepada Rindu" jawabnya dengan suara yang tidak jelas. Mendengar itu
      kemudian Neno ikut bersenandung dan menyanyikan syair-syair berikut:

      Rindu kami padamu ya Rosul
      Rindu tiada terperi
      Berabad jarak
      darimu ya rosul
      serasa dikau disini

      Cinta ikhlasmu pada manusia
      bagai cahaya suarga
      Dapatkah kami membalas cintamu
      secara bersahaja

      (Tak terasa tanpa bisa ditahan, air mata membasahi pipiku, sayapun kembali
      meneteskan air mata saat ibunya asih menempati sajadah yang digelar asih.
      Mulanya asih memukul-mukul dan mendorong orang tersebut, sesaat kemudian
      dia menatap wajah orang itu, spontan Asih menangis dan segera memeluk
      ibunya 'merayakan' kebahagiaannya)

      Adegan-adegan yang lainnya berkisar tentang aktivits keseharian
      orang-orang kecil tersebut. Pada titik tertentu saya akui ada kejenuhan
      akan adegan-adegan itu. Tetapi terhibur dengan adegan-adegan lucu dan
      konyol. Sampai pada titik tertentu kita akan merasakan sedikit penajaman
      cerita, menjelang saat-saat berakhir fim tersebut.

      Tidak ada yang sempurna, tapi mudah-mudahan kita bisa memaknai pepatah
      dari bunda teresa yang saya kutifkan di atas, walau tidak ada hubungannya
      dengan film tersebut. Tetapi menurut saya ending film tersebut
      menggambarkan kata-kata di atas. Semua orang berbahagia dengan cintanya.

      Bisa salah.....

      Terima Kasih

      wassalam,

      mwt



*****